Semua Bermula dari Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama kali dikenal
oleh seorang anak. Secara tidak langsung keluarga mempunyai andil yang cukup besar dalam pembentukan
perilaku dan kepribadian anak. Bagaimana seorang anak bertingkah laku
dimasyarakat bisa mencerminkan kondisi atau situasi dalam keluarganya. Hasil survai yang dilakukan
Lembaga Penelitian Pendidikan IKIP Bandung terhadap 920 orang anak nakal di
Lembaga Pemasyarakatan Khusus Wanita dan Anak-anak di Tanggerang (Sobari, 2011 dalam Melania, 2012) menyatakan 51% anak nakal berasal dari
keluarga broken home, 31%
anak nakal berasal dari kelurga yang sering meninggalkan anaknya sendiri di
rumah, dan 14,5%
anak nakal berasal dari keluarga yang tidak harmonis dan sering bertengkar.. Hal ini sejalan dengan pendapat Kartono, K (2002) bahwa
kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas memainkan peran besar dalam
membentuk kepribadian remaja delikuen.
Orang tua yang sibuk bekerja sehingga menyebabkan interaksinya dengan
anak berkurang, juga orang tua yang acuh tak acuh dengan perkembangan anak
ataupun orang tua yang hanya mementingkan prestise (pencitraan diri)
dimasyarakat merupakan penyebab anak tumbuh menjadi remaja yang delikuen. Ini
disebabkan karena anak tidak memperoleh perhatian dan kasih sayang dari orang
tuanya. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan rasa kasih sayang dan cinta ia
lampiaskan kehal – hal negatif yang berupa kenakalan remaja. Anak beranggapan bahwa jika ia menjadi pembuat masalah atau
tukang bikin onar semua perhatian akan tertuju padanya. Sehingga dengan begitu
tidak hanya orang lain yang memperhatikannya, tetapi orang tuanya sendripun
juga menjadi perhatian kepadanya.
Zaman yang serba modern juga berpengaruh terhadap pola
pengasuhan anak, yang akhir – akhir ini sering dialihkan kepada pengasuh
pengganti (baby sister). Perubahan
pola pengasuhan ini juga menyebabkan
berkurangnya kelekatan antara ibu dan anak, dimana anak lebih dekat dengan
pengasuhnya daripada ibu kandungnya sendiri. Ironis sekali tatkala ada
seorang ibu yang mendekati anaknya, akan
tetapi anak tersebut justru takut terhadap ibu kandungnya sendiri. Seharusnya ibu
merupakan sosok figur yang paling disayang dan merupakan tempat ternyaman untuk
berbagi keluh kesah, akan tetapi malah menjadi sosok yang asing dan menakutkan
untuk seorang anak. Kondisi pengasuhan
seperti ini juga bisa menyebabkan anak tumbuh menjadi remaja yang delikuen.
Akar permasalahannya masih sama yakni kurangnya perhatian dan kasih sayang dari
orang tua, yang berimbas pada perilaku anak.
Kondisi keluarga yang tidak harmonis selain menyebabkan
berbagai aksi kenakalan remaja juga berimbas pada terganggunya kesehatan mental
anggota didalam keluarga tersebut khususnya anak. Hal ini sesuai dengan
pendapat Lange (1993 dalam Notosoedirjo, M & Latipun, 2001) bahwa bebagai
gangguan mental, seperti skizofenia, depresi, gangguan kecemasan,
ketergantungan obat, gangguan tingkah laku dan psikopatologis lainnya banyak
dihubungkan dengan kurang baiknya interaksi di antara anggota keluarganya.
Misalnya saja anak yang setiap harinya disuguhi pertengkaran kedua orang
tuanya, kondisi seperti ini tentu menyisakan tekanan batin untuk sang anak.
Dimana rasa aman dan damai tidak ia
peroleh dari dalam keluarganya sendiri, yang ada hanya rasa takut, kecewa, dan
tertekan akibat adu mulut yang sering terjadi antara kedua orang tuanya.
Keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting dan
berpengaruh bagi perkembangan seorang anak, kerena tidak bisa dipungkiri
kebanyakan anak melakukan aksi kenakalan remaja disebabkan kondisi keluarganya
yang tidak harmonis. Untuk itu agar anak
terhindar dari kenakalan remaja dan terjaga kesehatan mentalnya, maka harus
tercipta kondisi keluarga yang kondusif dan demokratis. Dimana orang tua tetap
memperhatikan perkembangan anak sehingga anak tidak akan merasa kekurangan
kasih sayang serta perhatian. Juga anak tetap diberi kebebasan dalam hidupnya,
akan tetapi bukan berarti anak bebas melakukan segala – galanya, tetap ada
bimbingan dan pantauan dari orang tua (Notosoedirjo, M & Latipun, 2001).
Hal yang paling penting adalah terjaganya interaksi antara orang tua dengan
anak. Sehingga pola pengasuhan anak juga turut mempengaruhi, karena anak yang
dari kecil dirawat oleh kedua orang tuanya, akan memiliki intensitas bertemu
yang jauh lebih banyak daripada yang dirawat pengasuh penggati. Diharapkan
adanya hubungan yang baik antara orang tua dan anak bisa menjadikan anak tumbuh
menjadi pribadi yang bermanfaat bagi banyak orang serta terhindar dari
kenakalan remaja.
Daftar Pustaka:
Kartono, K.(2002).Patalogi Sosial.Jakarta: PT. RAJA
GRAFINDO PERSADA
Melania.(2012). Dampak
Keluarga Disharmonis Terhadap Anak dan Remaja (Melania Veronita - 705120057). Retrieved
on January 15, 2014 from : http://psikologi-untar.blogspot.com/2012/10/dampak-keluarga-disharmonis-terhadap.html
Notosoedirjo, M & Latipun.(2001).Kesehatan Mental,
Konsep & Penerapan.Malang : UMM PRESS
Comments
Post a Comment