Konseling dengan Psikoterapi atasi Stress Pasca Trauma
Dua
tahun yang lalu terjadi perampokan di rumah Maura. Selain merenggut nyawa
ibundanya, juga menyisakan trauma yang begitu dalam pada diri Maura. Sejak
peristiwa itu, ia lebih memilih
mengurung diri di kamar dan tak mau berbicara sepatah katapun, serta selalu menangis
histeris jika mendengar kegaduhan. Maura merasakan ketakutan yang begitu hebat
pasca peristiwa perampokan itu. Lebih
dari sekedar rasa takut, sekarang hidup Maura seperti terhenti begitu saja dan
selalu terbayang oleh kenangan bersama mendiang Ibundanya. Kasus ini merupakan
salah satu contoh dari terganggunya hubungan dyadic, yang mana kematian
pasangan hidup, perceraian perkawinan dan kematian anggota keluarga yang
terdekat menempati peringkat lima besar tentang stress yang dialami individu karena adanya perubahan dalam
kehidupan sosialnya (Holmes & Rahe, 1985 dalam Gibson Ivan Cevich &
Donatelly, 1985 dan Mohammad, 1983 dalam Shinta, 2002).
Penulis
memprediksikan keadaan Maura yang mengasingkan
diri dari lingkungan pergaulannya akan semakin memperburuk kesehatan
mental yang ia miliki. Hal ini sesuai dengan pendapat Barber (1964 dalam
Notosoedirjo & Latipun, 2001) bahwa makin baik interaksi sosial seseorang
makin baik kesehatan mentalnya, dan sebaliknya makin terpencil interaksi
sosialya makin beresiko mengalami gangguan psikiatris. Dimana kehidupan maura
tidak akan sama seperti dulu lagi, yang notabenenya Maura merupakan gadis periang
dan selalu ceria. Ia akan membatasi dirinya dari dunia luar dan cenderung hidup
di masa lalu yang mana hari-harinya penuh dengan kecerian bersama ibundanya
tersayang.
Keadaan
ini tidak bisa dibiarkan begitu saja sehingga diperlukan sebuah pengendalian
agar Maura bisa hidup normal lagi. Adapun cara yang bisa dilakukan yaitu
memberikan konseling kepada Maura, yang mana konseling merupakan penyuluhan berbicara atas
masalah dengan seseorang. Biasanya tetapi tidak selalu, salah satu dari dua memiliki fakta atau pengalaman atau
kemampuan tidak dia dikuasai
ke tingkat yang sama dengan lainnya. Bahwa proses konseling
melibatkan penyelesaian masalah dengan diskusi (Jones, 1963 dalam Suardiman,
1988). Salah satu dari bentuk konseling itu bisa berupa psikoterapi yang
dilakukan dengan cara meghidupkan kembali ingatan – ingatan Maura
sebelum terjadinya perampokan itu. Dimana kenangan – kenangan indah itu sedikit
demi sedikit akan memunculkan kesadaran Maura dan membangunkannya dari alam
bawah sadar. Setelah kesadaran Maura kembali, tahapan konseling yang
selanjutnya berupa perlahan–lahan membawa ingatan Maura pada peristiwa
perampokan tersebut. Ini dimaksudkan agar Maura bisa menerima semua kenyataan
pahit itu lantas melanjutkan hidupnya lagi.
Pada fase ini support dari keluarga dan orang
– orang terdekat sangat diperlukan agar kondisi kejiwaan maura tidak kembali down. Selain itu juga berfungsi sebagai
pemicu semangat agar Maura mempunyai motivasi untuk sembuh. Hal ini berdasarkan
efektivitas terapi : variabel klien dimana motivasi bagi seorang klien dalam
menjalani proses psikoterapi menjadi hal yang sangat penting karena dipenuhi
oleh kecemasan, kemunduran, dan periode yang kelihatannya tanpa perkembangan
positif (Ardhani, Rahayu, &
Sholicatun, 2007). Setelah semua tahapan konseling ini selesai diharapkan Maura
dapat kembali menjadi gadis yang periang lagi atau dengan kata lain Maura dapat
melanjutkan hidupnya kembali.
Stress
yang terjadi akibat kejadian yang tidak menyenangkan dan menyisakan trauma
memang memiliki kemungkinan kecil untuk diringankan (Trull & Phares, 2011
dalam Ardhani, dkk, 2007), tetapi bukan berarti tidak mempunyai harapan untuk
sembuh. Selama keluarga terus berusaha mengupayakan yang terbaik untuk
kesembuhan penderita, dan yang paling panting penting penderita sendiri juga
mempunyai motivasi yang tinggi untuk sembuh, bukan tidak mungkin stress pasca trauma itu akan hilang.
Daftar
Pustaka :
Ardhani,
Rahayu, & Sholicatun.(2007).Psikologi Klinis.Yogyakarta : Graha Ilmu
Notosoedirjo
& Latipun.(2001).Kesehatan Mental, Konsep & Penerapan.Malang : UMM
Press
Shinta.
(2002). Pengantar Psikologi Sosial Edisi kedua. Yogyakarta : Universitas
Proklamasi 45
Suardiman.
(1988). Psikologi Konseling. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Comments
Post a Comment